Jumat, 28 September 2007

Buku Tentang Sistem Informasi Geografis Menggunakan MapInfo


MapInfo adalah software pengolah data spasial dan sistem informasi geografis. Software ini memiliki kemampuan pemetaan digital dan analisis-analisis yang diperlukan dalam sistem informasi geografis. Pada saat ini banyak institusi dan instansi yang mendasarkan berbagai kebijakannya pada analisis kewilayahan atau analisis geografis. Institusi dan instansi tersebut datang dari kalangan pemerintah ataupun akademisi baik swasta atau negeri.

Sistem informasi geografis menjadi salah satu alat vital dalam pengambilan keputusan oleh beberapa instansi pemerintah. Sebagai contoh, Dinas Pajak Bumi dan Bangunan di seluruh Indonesia menggunakan MapInfo sebagai standar baku software pengolah data digital dan sistem informasi geografis. Bappeda di seluruh Indonesia juga telah menggunakan MapInfo sebagai software pendamping ArcView dan ArcInfo. Dinas lain yang menggunakan software ini adalah Dinas Perikanan dan Kelautan, Pemda di seluruh Indonesia, Departemen Kehutanan, dan Departemen Pertanian.

Dari kalangan akademis, potensi banyak terbuka sejalan dengan telah diterapkannya mata kuliah Sistem Informasi Geografis di berbagai jurusan seperti Teknik Geodesi, Teknik Geologi, Teknik Pertambangan, Teknik Perminyakan, Teknik Mineral, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Geografi, Penginderaan Jauh, Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Kelautan, dan lain-lain.

Tenaga operator dari berbagai kalangan tersebut masih sangat membutuhkan buku pegangan atau referensi dalam hal pemakaian dan operasi software. Tenaga operator dan mahasiswa pada saat ini masih kesulitan memperoleh buku referensi mengenai MapInfo karena belum ada buku tersebut di pasaran. Buku ini hadir untuk menjawab kesulitan mereka!

XML Dalam Sistem Informasi Geografis


Kita telah mengenal berbagai format proprietary dari aplikasi-aplikasi SIG yang berbeda-beda, baik dari segi vendor-nya maupun perbedaan versi dari tiap format. Lumrah saja, karena tiap vendor menginginkan format yang efisien dan sesuai dengan aplikasi yang mereka buat. Terdapat fungsi dan aplikasi untuk korvesi antar format, tapi tidak selalu memadai karena ada keunikan dari tiap format yang belum tentu dapat dikonversi ke format lain.

Hal ini juga menjadi hambatan untuk webmapping , karena setiap aplikasi akan memerlukan client environment yang berbeda-beda pula. Tidak semua orang bersedia menginstall software tersendiri (applet khusus, plug-ins tertentu dll) bagi tiap aplikasi webmap yang ingin mereka lihat.

Karena perbedaan format menghambat pemanfaatan data geografis secara lebih luas, diperlukan cara pertukaran data yang dapat dipahami secara global. Fungsi ini dapat dipenuhi oleh XML (eXtensible Markup Language).

eXtensible Markup Language

XML adalah bahasa markup yang menyediakan sintaks yang lentur (dapat dikembangkan sesuai kebutuhan) dan independen (tidak tergantung sistem platform). Jadi sesuai untuk sarana pertukaran data antar berbagai ragam sistem, baik lewat internet atau jalur lain [1].

Format ini merupakan rekomendasi dari World Wide Web Consortium. XML memungkinkan untuk memuat baik data koordinat, data penyerta dan instruksi yang menyatakan jenis perlakuan terhadap data tersebut. Perlakuan itu dapat berupa transformasi data ke bentuk lain ataupun untuk menyatakan bagaimana data ditampilkan.

Penggunaan XML memungkinkan penerapan internet SIG dalam bentuk yang lebih terbuka, murah dan beragam tapi tetap kompatibel. Hal tersebut dapat diwujudkan oleh beberapa subset/turunan dari XML, yaitu SVG, XSL dan GML. Dunia XML memang penuh dengan akronim tiga huruf yang kadang membingungkan, untuk itu masing-masing akan coba dipaparkan secara singkat.

Scalable Vector Graphics

Untuk keperluan SIG, tentunya diperlukan format untuk tampilan data spasial. Karena XML bersifat general, maka untuk keperluan grafis diperkenalkan suatu subset XML yaitu SVG (Scalable Vector Graphics), suatu standar terbuka untuk grafik 2D yang merupakan rekomendasi dari W3C [2].


Penggunaan SVG dalam SIG telah memberikan dampak terutama terhadap aplikasi webmap. Contoh tampilan webmap interaktif yang menggunakan SVG sudah cukup banyak saat ini, seperti gambar di kiri.

SVG memungkinkan penggunaan vektor yang memberikan banyak keunggulan dibanding format raster yang selama ini kita kenal. SVG juga dilengkapi dengan SVG DOM (Document Object Model) untuk membuat peta yang interaktif. Terdapat juga spesifikasi untuk mobile devices (SVG tiny) [2] dan browser phones (pSVG) [8,9]. SVG juga dapat dikompresi sehingga menurunkan ukuran transfer secara signifikan.

Dengan kemampuan SVG untuk memuat data vektor, bitmap dan teks, orang akan menganggap hanya dengan SVG sudah cukup. Dan memang saat ini sudah banyak contoh webmap yang menggunakan SVG, baik untuk tampilan dan data penyertanya [7].

Walau demikian, ada beberapa hal yang tidak tercakup dalam spesifikasi SVG. Misalnya mengenai standar link feature terhadap data, sistem referensi spasial yang digunakan, feature buffer atau standar skema data spasial.
Memang sengaja tidak dicakup karena SVG adalah suatu format grafis umum yang tidak hanya digunakan untuk aplikasi SIG, sehingga pertukaran data secara terbuka akan rumit jika hanya mengandalkan SVG. Untuk itu diperlukan subset XML lain, yaitu GML.

Geographic Markup Language

GML adalah suatu subset XML untuk transformasi dan penyimpanan informasi geografis, baik data spatial ataupun non spatial dari suatu obyek geografis. GML adalah spesifikasi dari OpenGIS Consortium.


GML menyediakan framework yang terbuka dan independen untuk mendefinisikan obyek dan skema dari suatu aplikasi SIG. Hal ini meningkatkan kemampuan untuk berbagi skema dan informasi geografis [5]. Format ini juga berperan penting dalam implementasi Web Feature Server (WFS).

WFS adalah suatu modul yang mengimplementasikan interface standar untuk operasi data spasial yang berada dalam suatu datastore [5]. Datastore tersebut dapat berupa general SQL database, flat XML file, spasial database, proprietary format dll, dan manipulasi terhadap datanya dapat dilakukan melalui Web. HTTP server adalah server yang dapat melayani HTTP request. Aplikasi klien adalah aplikasi yang berkomunikasi dengan web server menggunakan HTTP, misalnya suatu browser.

Standar yang interoperable mempermudah klien dalam menggunakan web sebagai sarana mengakses data geografis dan servis geografis lainnya. Tentu saja, GML hanya mengatur mengenai skema dan penulisan data spasial, sedangkan untuk menampilkannya dapat menggunakan SVG.

Extensible Stylesheet Language

XSL merupakan subset dari XML yang direkomendasikan W3C untuk mendefinisikan stylesheets [3]. Suatu dokumen XML dengan struktur tertentu dapat diproses oleh suatu XSL stylesheet menjadi bentuk lain yang diinginkan. Karena XSL adalah bahasa prosedural, XSL hanya berfungsi jika diterjemahkan menggunakan XSL Transformation (XSLT) [4].

XSL dipergunakan untuk mentransformasikan data (GML) menjadi tampilan grafis di klien (SVG). Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan prosesor untuk XSLT seperti Xalan atau Saxon. Di server hal ini dapat dilakukan secara otomatis untuk menghasilkan SVG. Sedangkan di sisi klien hal ini - paling tidak saat ini - masih harus dilakukan secara manual, karena browser belum memberikan keleluasaan untuk itu.

Cara lain untuk mengubah GML menjadi SVG, adalah dengan langsung mengakses Document Object Model, baik di server ataupun di klien. Di server, dapat dilakukan dengan menggunakan servlet, atau server scripts, atau aplikasi lain yang mampu mengakses DOM dari suatu dokumen XML. Di sisi klien, cara yang paling mudah adalah dengan menggunakan EcmaScript.

Peta dengan XML

Jika melihat format XML yang berupa tag-tag dalam bentuk teks, akan sulit membayangkan membuat aplikasi SIG berdasarkan XML. Tapi XML bukanlah bahasa pemrograman, melainkan data yang diproses oleh User Agent (aplikasi di server, browser dll) dengan instruksi tertentu.

Jika kita sudah memiliki data GML (baik berupa file yang dihasilkan suatu aplikasi atau stream dari web), data tersebut harus diolah lebih lanjut agar dapat ditampilkan. Dalam GML dimungkinkan untuk merujuk pada suatu skema data sehingga pemrosesan GML dilakukan berdasarkan skema tersebut.
GML kemudian dapat ditransformasikan menggunakan XSL-XSLT, yang dapat dilakukan baik di server (misalnya Cocoon) atau secara lokal (misalnya menggunakan Saxon, atau parsing menggunakan clientside script). Di masa datang diharapkan XSL dapat dilaksanakan langsung di browser.

Setelah melalui proses transformasi, file GML akan menjadi SVG yang dapat dilihat menggunakan browser. (contoh file GML, XSL dan SVG dapat dilihat di bagian akhir). Saat ini, SVG di browser masih memerlukan plug-ins, karena SVG masih merupakan format yang baru, sehingga membutuhkan waktu bagi pembuat browser untuk mengadopsi-nya. Kecuali anda menggunakan browser khusus SVG seperti Amaya atau Batik.

Proses tersebut, mulai dari data, proses dan output semuanya berupa dokumen XML. Hal lainnya adalah proses ini dapat dilakukan menggunakan software-software opensource.

Sekilas muncul pertanyaan, mengapa tidak langsung menghasilkan SVG dari database atau aplikasi lainnya? Mengapa harus melalui GML?[18] Ilustrasi berikut mengenai Web Feature Server mungkin dapat membantu.

Penggunaan format XML (dalam hal ini GML) sangat penting karena berfungsi sebagai jembatan, terutama untuk penerapan Web Feature Server[14].

Dari binary ke teks

Sampai di sini mungkin masih ada yang mengganjal. Bagaimana mengubah data-data SIG yang sudah ada dan umumnya dalam bentuk binary ke XML? Hal ini masih harus dilakukan karena saat ini data-data SIG umumnya adalah dalam format proprietary (shapefile/dbf, mif/mid dll) yang berupa binary.

Beberapa cara yang dilakukan antara lain :

  • Dapat menggunakan bahasa pemrograman/script yang terdapat pada aplikasi SIG untuk mengambil data-data dan menghasilkan format XML (misalnya avenue pada ArcView 3.x, VB pada ArcGIS, atau mapBasic pada MapIfo).
  • Memasukkan data SIG dalam database, dan membuat file XML baik dengan fungsi yang ada pada database atau dengan bantuan aplikasi lain (PHP, perl, JSP, XSQL, XSL dll) [10].
  • Jika tidak memiliki software SIG, dapat membuat sendiri program yang membaca format binary, kemudian dieksport ke XML atau database. Ada juga aplikasi opensource maupun komersial yang dapat melakukan hal ini untuk beberapa format binary SIG [13].
  • Menggunakan aplikasi yang berjalan di server untuk membaca format binary dan langsung di-stream melalui web dalam bentuk GML.

Di masa datang hal ini akan lebih mudah, karena vendor applikasi SIG akan mengadopsi format XML atau turunannya baik untuk proses import atau export. Selain itu perkembangan teknologi GPS memungkinkan untuk langsung memproses data koordinat [11].

XML bukan hanya sekedar suatu format data, dan memang tidak didesain sebagai format penyimpanan semata. Data-data aplikasi SIG besar kemungkinan akan tetap menggunakan format proprietary, karena masing-masing vendor aplikasi SIG mempunyai pertimbangannya masing-masing (efisiensi, investasi yang ditanam dalam format tsb, proteksi dll). XML lebih berguna sebagai sarana pertukaran baik offline atau online.

Untuk database, perlu dipertimbangkan bahwa data XML bersifat hirarkis, sedangkan database relational. Selain itu database saat ini sudah ada yang memiliki kemampuan spasial. Jadi penyimpanan di database akan lebih memadai, dan struktur database-nya terserah kepada masing-masing pihak. Hasil query dapat disusun dan dikirim kepada klien dalam format XML tertentu yang sesuai [10].

Keuntungan penggunaan XML dalam SIG

Dengan segala kerepotan ini, keuntungan apa yang dapat diambil? Banyak sekali.

  • Format yang berupa standar terbuka.
  • Peta berbasiskan vektor dengan kualitas grafis yang baik.
  • Fasilitas DOM untuk modifikasi dokumen dan interaksi dengan pengguna.
  • Lebih hemat bandwith.
  • Extensible dengan berbagai teknologi di server (servlets, JSP, ASP, PHP, Pearl dll).
  • Konfigurasi sistem klien yang generik dan fleksibel.
  • Penerapan konsep pemisahan isi dari style, berarti memudahkan manajemen data.
  • Implementasi SIG yang tidak memerlukan biaya besar, lebih terjangkau oleh semua pihak.
  • Klien yang berdasarkan pada interface standar memungkinkan koneksi ke berbagai server, database, web service dll.
  • Memungkinkan adanya desentralisasi data geografis dengan pendekatan bottom up [6].
  • Data yang terdistribusi di berbagai tempat dapat diekstrak kemudian diintegrasikan secara mudah, selama tetap menggunakan format pertukaran standar.
  • Membuka peluang bagi terciptanya Sistem Informasi Kolaboratif [12].
  • Integrasi dengan non-GIS software, karena XML merambah ke semua bidang. Basis pengguna SIG bertambah luas.
  • Interaksi SIG dengan bidang lain secara lebih luas, dan penggunaan SIG untuk bidang yang selama ini belum terjamah SIG.

Beberapa keuntungan diatas memang dapat tercapai jika penggunaan XML telah diadopsi secara luas, yang diyakini hanya masalah waktu saja.

Hambatan

- Penggunaan XML belum mencapai tahap massal.
- SVG masih belum disupport secara native di beberapa browser, jadi saat ini masih memerlukan plugins.
Hal diatas memang wajar terjadi karena ada rentang waktu yang diperlukan dalam setiap pengadopsian teknologi baru.
- Masalah HAKI, tidak semua data disediakan untuk publik.
- Masalah organisasi dari institusi/badan/perusahaan untuk berkolaborasi bersama-sama.
- Kesenjangan teknologi informasi yang kita alami di Indonesia (istilah gagahnya adalah digital divide), baik di tingkat bawah, menengah dan atas.

Penutup

Seperti juga pada bidang lain, XML akan membawa SIG kepada penerapan standar terbuka yang memudahkan akses dan pertukaran data geografis. Hal ini memungkinkan terciptanya kerjasama yang lebih terintegrasi antara pihak-pihak yang langsung terkait dengan SIG, juga dengan pihak lain yang selama ini belum memanfaatkan dan dimanfaatkan untuk SIG.
Sisi lain adalah penerapan yang mudah dan murah akan bermanfaat terutama bagi yang memiliki sumberdaya terbatas. Bertambahnya pengguna SIG akan mendorong pengembangan SIG dari bawah, dengan partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan self-survey SIG[17].



Sistem Informasi Geografis Manajemen Data Potensi Migas


Minyak dan gas (MIGAS) merupakan salah satu sumberdaya alam yang tidak terbarukan (non-renewable), terperangkap dalam batuan reservoar dan terbentuk melalui proses geologi. Kegiatan usaha bidang migas sendiri merupakan investasi yang mahal dan beresiko tinggi. Untuk mengurangi resiko tersebut maka dalam kegiatan eksplorasi migas perlu dilakukan sejumlah tahapan kegiatan dengan berbagai metode dan teknologi, mulai dari yang paling dasar dan murah hingga mahal supaya dapat memilah daerah yang masih potensial dan layak dikembangkan lebih lanjut.

Investasi dalam kegiatan MIGAS akan berakibat pada penambahan volume dan jenis data, maka diperlukan sistem pengelola data yang terintegrasi. Integrasi data cadangan migas yang baik akan menimbulkan efisiensi baik dari segi biaya ataupun waktu. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan alat Bantu berfungsi untuk meningkatkan optimalisasi data yang berkaitan dengan spasial atau koordinat geografis baik secara manual atau otomatis dengan komputer (digital).

Informasi manajemen data potensi migas berbasis SIG akan membantu pemerintah dalam pengambilan keputusan kebijakan bidang migas dan juga akan sangat membantu masyarakat dan investor bidang industri migas beserta pendukungnya dalam menentukan. Hasil SIG yang komunikatif, informatif dan atraktif akan lebih bermanfaat dan mampu sebagai dasar semua pihak mempercepat pelaksanaan tugasnya.


Kegiatan termaksud mengelola data untuk menghasilkan ;

  • Data migas yang terintegrasi
  • Manajemen data lapangan migas yang komprehensif
  • Optimalisasi data tiap lapangan migas
  • Efisiensi biaya dan waktu dalam perolehan informasi.

Dengan hasil ini diharapkan akan dapat membantu pengambil keputusan dan pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan-keputusan di sektor migas, juga akan memudahkan dan membantu investor dalam investasinya.

Secara umum ruang lingkup dalam riset ini dilakukan pegumpulan data sekunder serta penggunaan teknologi Sistem Informasi untuk penyusunan Sistem Informasi GeografisManajemen Data Migas Sumatera Tengah. Teknologi SIG digunakan untuk menjelaskan dan memaparkan aspek-aspek yang terkait secara langsung dengan kegiatan eksplorasi dan produksi migas, identifikasi data terkait data dasar kegiatan hulu migas.

Metoda yang dipakai dalam kegiatan ini menggunakan anlisis data sekunder Hasil Laporan Kegiatan Penemuan Cadangan MIGAS T.A. 2002 dan 2003. Garis besar pelaksanaan pekerjaan seperti dalam bagan alir (lihat GambarBagan alir).

Berdasarkan data dan informasi yang ada dilakukan inventarisasi dan identifikasi. Pada tahap pemrosesan data (rektifikasi dan digitasi) pemasukan data spasial dan data tabular semua coverage belum diorganisasikan. Setelah semua informasi data spasial dilengkapi dengan data tabularnya, maka semua data coverage diorganisasikan secara tematik sebagai rangkaian layer serta diorganisasi secara spasial dengan lembar peta. Setiap layer tematik ini diberi koordinat UTM ( Universal Transverse Mercator). Sistem koordinat ini memberikan proyeksi lokasi yang berguna untuk memastikan hubungan yang diketahui diantara lokasi pada peta dengan lokasi sebenarnya di bumi.

Proses lain dalam pengelolaan database adalah penggabungan peta yang bersebelahan, proses ini berguna untuk memperkecil volume space atau ruang yang dipakai oleh coverage dan memberikan informasi yang lebih terintegrasi.


Pengembangan Basis Data Spasial

Guna menyusun SIG Manajemen Data Migas diperlukan suatu sistem yang dapat menyimpan dan menampilkan data hasil pemetaan berupa informasi lahan dan keterangannya. Informasi lahan sangat penting dalam rencana pengelolaan kawasan serta dapat memberikan penjelasan kepada pengguna tentang apa yang harus dilakukan terhadap lahan tersebut untuk mencapai tujuan tertentu.

SIG merupakan salah satu bentuk dari teknologi informasi yang ada sekarang ini digunakan untuk optimalisasi data potensi migas Sumatera Tengah, yang diperoleh oleh banyak pihak dengan berbagai tujuan yang berbeda. Kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk menyusun basis data dan mengintegrasikan data spasial dengan data atributnya, sehingga sistemnya dapat menjawab baik pertanyaan spasial maupun non spasial.

  • Tahap strategi dan perencanaan sistem, menggunakan pendekatan soft-system development dan structured system de-velopment dengan penekanan padaidentifikasi masalah (sistem) danperencanaan sistem.
  • Tahap analisis sistem, menggunakan pendekatan structured system development dengan melakukan analisis kebutuhan informasi yang akan menjadi prasyarat basis data yang akan dibangun dan analisis fungsional dari sistem yang akan dilakukan otomatisasi

Penyimpanan Data File

Pada tahapan perencanaan sistem yang dilakukan disusun data file atau struktur file berdasarkan direktori, sub direktori, dan layer/file. File direktori disusun berdasarkan pengelompokan sesuai kebutuhan antara lain untuk Manajemen Data Potensi Migas Sumatera Tengah. Direktori tersebut yaitu:, blok, lapangan migas, data bawah permukaan, dan data pendukung lain (sejarah lapangan, produksi dancadangan). Masing-masing direktori dibagimenjadi sub-direktori, yaitu : raster, dan gridding.

  • Raster :Kelompok file dari data peta geologi dan peta regional Pulau Sumatera
  • Gridding :Sistem grid yang digunakan(sistem grid UTM)
  • Infrastruktur :Kelompok infrastruktur, batas blok migas.
  • Lapangan Migas :Kelompok file minyak dan gas bumi, seperti sumur, lapangan minyak bumi gas bumi.
  • Data bawah permukaan :Kelompok file dari kontur struktur, isopach, data log.
  • Lain-lain :
    • Kelompok file data yang tidak termasuk file tersebut di atas, ataupun menyangkut lebih dari satu direktori, seperti wilayah administrasi (kota provinsi dan kabupaten,kota sebagai pusat kegiatan migas).

      Pada gambar berikut ditunjukkan hasil penyusunan data file dalam bentuk hasil cetak ( print out) tampilan web.



Kesimpulan

Fungsi manajemen yang terkait dengan manajemen data migas, khususnya terkait dengan Penemuan Cadangan Blok CPP dan Blok Rokan Tahap I (Sumatera Tengah) dikelompokkan menjadi 7P, sebagai berikut :

  • Perencanaan ( Planning)
  • Pengorganisasian ( Organising)
  • Penyimpanan ( Saving)
  • Pengendalian dan Pengawasan ( Control-ling)
  • Pengkomunikasian ( Communicating)
  • Pemantauan ( Monitoring)
  • Pengintegrasian ( Integrating)
Hasil inventarisasi antara lain mengumpulkan data lapangan minyak maupun lapangan gas yang berada di daerah Blok CPP Cekungan Sumatera Tengah. Dari hasil pengumpulan data tersebut terdapat 27 lapangan minyak dan 2 lapangan gas. Sementara dari laporan Blok Rokan Tahap I diidentifikasi 50 lapangan.

Dalam kaitan dengan pengusahaan lapangan dikelompokkan menjadi data per lapangan. Kelompok data dari satu lapangan (field) disatukan dalam satu lapis data (layer) sehingga memudahkan dijadikan bahan informasi. Dalam manajemen database dipilih perangkat lunak (software) MapInfo, menggunakan tampilan data dalam format HTML (Hy per Text Markup Language).

File direktori disusun berdasarkan pengelompokan untuk penghitungan strategi pengembangan migas. Direktori tersebut yaitu:infrastruktur, fasilitas migas, ruang, dan lain-lain.

Bidang Pengembangan dan Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh


Bidang Pengembangan Pemanfaatan Penginderaan Jauh mempunyai tugas melaksanakan pengembangan model dan metode pemanfaatan data penginderaan jauh.

Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang Pengembangan Pemanfaatan Penginderaan Jauh menyelenggarakan fungsi:

a. penyiapan program kegiatan bidang pengembangan pemanfaatan penginderaan Jauh;
b. pelaksanaan penelitian dan pengembangan model aplikasi data satelit optis resolusi tinggi dan sangat tinggi serta Sistem Informasi Geografis (SIG);
c. pelaksanaan penelitian dan pengembangan model aplikasi data satelit radar;
d. pelaksanaan penelitian dan pengembangan model aplikasi lingkungan data satelit lingkungan dan cuaca;
e. pelaksanaan pelayanan pengolahan data penginderaan jauh;
f. pelaksanaan diseminasi informasi hasil-hasil kegiatan penelitian data penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG);
g. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala pusat pengembangan pemanfaatan dan teknologi penginderaan jauh;
h. evaluasi dan penyusunan laporan hasil pelaksanaan kegiatan penelitian pengembangan pemanfaatan penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG);


Bidang Pengembangan Pemanfaatan Penginderaan Jauh terdiri dari :

a. Kelompok Peneliti, Analis Pengembangan Model Aplikasi Darat dan Pesisir menggunakan Data Satelit Optis Resolusi Tinggi dan Sistem Informasi Geografis SIG;
b. Kelompok Peneliti, Perekayasa dan Analis Pengembangan Model Aplikasi Data dan Satelit Radar;
c. Kelompok Peneliti, Perekayasa dan Analis Pengembangan Model Aplikasi Data Satelit Lingkungan dan Cuaca.

A. Kelompok Peneliti, Analis Pengembangan Model Aplikasi Darat dan Pesisir menggunakan Data Satelit Optis Resolusi Tinggi dan Sistem Informasi Geografis (SIG)

Kelompok Peneliti, Analis Pengembangan Model Aplikasi Darat dan Pesisir menggunakan Data Satelit Optis Resolusi Tinggi dan Sistem Informasi Geografis (SIG) mempunyai tugas melaksanakan pengembangan model aplikasi darat dan pesisir dengan menggunakan data satelit optis resolusi tinggi serta Sistem Informasi Geografis (SIG).

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Peneliti, Analis Pengembangan Model Aplikasi Darat dan Pesisir menggunakan Data Satelit Optis Resolusi Tinggi dan Sistem Informasi Geografis (SIG) melakukan :
a. penyiapan kegiatan penelitian, perekayasa dan analisis pengembangan model aplikasi darat data satelit optis resolusi tinggi dan Sistem Informasi Geografis (SIG);
b. pelaksanaan penelitian dan pengembangan metodologi pengolahan dan analisis data untuk ekstrasi informasi dalam perolehan model aplikasi data penginderaan jauh untuk bidang pertanian dan kehutanan;
c. pelaksanaan pengujian dan validasi model-model yang diperoleh dengan dukungan data lapangan dan data sekunder;
d. pelaksanaan operasional aplikasi data inderaja untuk sektor pertanian dan kehutanan;
e. pelaksanaan kerjasama riset dan pengembangan operasional pemanfaatan data penginderaan jauh bidang pertanian dan kehutanan dengan instansi / unit kerja lain yang terkait;
f. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh;
g. evaluasi dan penyusunan laporan hasil pelaksanaan kegiatan Kelompok Peneliti, Perekayasan dan Analisis Pengembangan Model Aplikasi Darat dan Data Satelit Optis Resolusi Tinggi dan Sistem Informasi Geografis (SIG).

B. Kelompok Peneliti, Perekayasa dan Analis Pengembangan Model Aplikasi Data Satelit Radar

Kelompok Peneliti, Perekayasa dan Analisis Pengembangan Model Aplikasi Data Satelit Radar mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan model aplikasi laut dan data satelit radar.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Peneliti, Perekayasa dan Analisis Pengembangan Model Aplikasi Data Satelit Radar melakukan :
a. penyiapan kegiatan penelitian, perekayasa dan analis pengembangan model aplikasi data satelit radar untuk aplikasi pengembangan wilayah dan tata guna tanah;
b. pelaksanaan penelitian dan pengembangan metodologi pengolahan dan analisis data untuk ekstrasi informasi penginderaan jauh untuk bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, geologi pertambangan, kawasan pesisir, pengembangan wilayah / urban;
c. pelaksanaan pengujian dan validasi model-model yang diperoleh dengan dukungan data lapangan dan data sekunder;
d. pelaksanaan operasional aplikasi data inderaja untuk pengembangan wilayah dan tata guna tanah;
e. pelaksanaan kerjasama penelitian dan pengembangan operasional pemanfaatan data penginderaan jauh bidang pengembangan wilayah dan tata guna tanah dengan instansi dan/unit kerja lain yang terkait;
f. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh;
g. evaluasi dan penyusunan laporan hasil pelaksanaan kegiatan kelompok penelitian, perekayasa dan analis pengembangan model aplikasi data satelit radar.

C. Kelompok Peneliti, Perekayasa dan Analis Pengembangan Model Aplikasi Data Satelit Lingkungan dan Cuaca

Kelompok Peneliti, Perekayasa dan Analisis Pengembangan Model Aplikasi Data Satelit Lingkungan dan Cuaca mempunyai tugas melaksanakan pengembangan model aplikasi dan data satelit lingkungan dan cuaca.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Peneliti, Perekayasa dan Analisis Pengembangan Model Aplikasi Data Satelit Lingkungan Cuaca melakukan :
a. penyiapan kegiatan penelitian, perekayasa dan analisis pengembangan model aplikasi data satelit lingkungan dan cuaca untuk peringatan dini cuaca ekstrim badai tropis, anomali iklim, pergeseran musim, kekeringan, letusan gunung berapi, lingkungan oseanografi dan perikanan;
b. pelaksanaan penelitian dan pengembangan metodologi pengolahan dan analisis data untuk ekstrasi informasi penginderaan jauh tentang cuaca ekstrim, badai tropis, anomali iklim, pergeseran musim, kekeringan, letusan gunung berapi, lingkungan oseanografi dan perikanan;
c. pelaksanaan pengujian dan validasi model-model yang diperoleh dengan dukungan data lapangan dan data sekunder;
d. pelaksanaan operasional aplikasi data inderaja untuk mendapatkan informasi cuaca ekstrim, badai tropis, anomali iklim, pergeseran musim, kekeringan, letusan gunung berapi, dan lingkungan oseanografi;
e. pelaksanaan kerjasama penelitian dan pengembangan operasional pemanfaatan data penginderaan jauh bidang iklim dan cuaca, pertanian, kehutanan, vulkanologi, oseanografi dan perikanan dengan instansi / unit kerja lain yang terkait;
f. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh;
g. evaluasi dan penyusunan laporan hasil pelaksanaan kegiatan Kelompok Peneliti, Perekayasa dan Analis Pengembangan Model Aplikasi Data Satelit Lingkungan dan Cuaca.

LITBANG TEKNOLOGI INFORMASI PERTAMBANGAN


Pengembangan Aplikasi Pemanfaatan Sistem Informasi Geografi dan Remote Sensing

Merencanakan dan membangun aplikasi pemanfaatan teknologi SIG dan Remote Sensing untuk pemetaan digital, penyediaan informasi spasial dan analisis spasial yang dapat menciptakan kemudahan dalam pengelolaan administrasi dan pengawasan wilayah.

  • Menganalisa, merancang dan membangun sistem aplikasi pengelolaan wilayah dan pemanfaatan lahan.
  • Digitalisasi peta (topografi, geohydrologi, vegetasi, geologi, dan peta tematik terkait lainnya).
  • Mengolah photo udara menjadi peta topografi digital.
  • Pemutakhiran dan koreksi peta digital untuk meningkatkan akurasi objek peta digital dengan memanfaatkan teknologi Remote Sensing.
  • Melakukan tracking dengan mempergunakan perangkat Global Positioning System (GPS) untuk pemutahiran dan peningkatan akurasi data digital yang sudah ada dan menentukan batas wilayah.
  • Melakukan analisis spasial (keruangan), dan
  • Melakukan implementasi dan bimbingan teknis pemakaian sistem.